Tabungan Kebaikan
Senin, 22/06/2009 14:10 WIB | email | print
Oleh Elvira Suryani
Pernakah anda berfikir untuk menabung demi kebaikan?. Seperti layaknya kebanyakan kita berlomba-lomba untuk menabung mengumpulkan kekayaan dengan mengikuti berbagai macam jenis investasi mulai dari tabungan tahapan berencana, ikut deposito, reksadana, jamsostek dan lain sebagainya. Kita pasti akan mencari jenis investasi apa yang memberi keuntungan terbesar dalam rangka menambah kekayaaan kita. Bisa saja dengan membuka Deposito di bank-bank tertentu yang menjanjikan suku bunga lebih tinggi atau bisa juga dengan mengumpulkan coin emas untuk dijadikan simpanan, bilamana suatu saat nanti harga emas naik, bisa dijual kembali dengan harga yang lebih tinggi.
Dari segelintiran kegiatan yang kita lakukan tersebut di atas merupakan wujud usaha dalam menambah kekayaaan kita di dunia. Tapi apakah kita pernah berfikir memperlakukan akhirat kita dengan hal yang sama?. Kita mencari-cari investasi terbesar apa yang bisa kita lakukan agar investasi akhirat kita lebih banyak. Sudahkah kita memanfaatkan momen-momen tertentu untuk membuat tabungan kebaikan kita yang kelak akan di buka di akhirat nanti?.
Tabungan yang mampu menyelamat kan kita dari siksa api neraka.
Saya teringat pembicaraan seorang teman yang mengatakan ” Udah Ukhti, terima aja, itung-itung saya ingin menabung untuk kebaikan, lagian anti tidak perlu berterima kasih kok. Semua itu ana lakukan untuk ana pribadi, akan tetapi mungkin caranya lewat anti, ana memberikan tabungan kebaikan ini”. Katanya ketika memberikan bantuan kepada saya. Subhanallah, saya jadi berfikir masih ada orang seperti ini di dunia. Orang yang memberikan kebaikan tanpa memikirkan imbalan dari manusia, justru ia berharap cukup ridho Allah yang menjadi tujuan akhir hidupnya.
Setelah itu saya merenungi kata-katanya. Apa yang dia ucapkan tersebut memberi kesan yang menyentuh hati saya. Biasanya kita berbuat baik selalu dengan iming –iming balasan dari manusia. Contoh kecilnya saja, ketika kita memberikan makanan kepada orang yang membutuhkan sempat terbersit sifat ria dan ingin di sanjung oleh orang lain. Lalu suatu waktu kita pernah bersilaturahmi ke rumah teman, intensitasnya sering. Tiba-tiba ada rasa bosan dalam diri kita untuk tidak berkunjung lagi ke rumah sahabat atau kerabat kita karena sahabat atau kerabat kita tersebut tidak membalas kunjungan kita.
Menghitung – hitung amal kebaikan sebetulnya belumlah cukup untuk membalas apa yang sudah diberikan Allah SWT kepada kita. Terkadang kita suka pilih kasih dalam memberi sesuatu kepada orang lain, suka membeda-bedakan orang dalam bergaul, tidak mau berkumpul dengan fakir miskin yang mengundang kita dalam acara kecilnya karena merasa gengsi dan lebih baik dari mereka. Bicarapun kita pilih orang-orang yang fisiknya lebih sempurna atau lihat cantik atau gantengnya. Masya Allah, betapa naifnya kita yang masih kikir dalam menabung untuk amal kebaikan kita sendiri.
Bahkan hal terkecil sekalipun dalam memberikan salam kepada sesama saudara sesama muslimpun masih memilih-milih kerabat dekat atau tidak, kenal atau tidak, kaya atau miskin, cantik atau jelek, tampan atau tidak, pendek atau tinggi, hitam atau putih. Ukuran-ukuran dunia masih menjadi pertimbangan kita dalam berbuat kebaikan. Padahal Allah, Zat yang Maha Sempurna saja tidak pernah membedakan makhluk yang Dia ciptakan kecuali hanya orang-orang yang bertaqwa saja. Jadi buat apa kita membatasi tabungan kebaikan kita dengan hal-hal dunia yang menghambat jumlah tabungan kebaikan kita tersebut.
Semakin banyak investasi kebaikan kita, maka semakin banyaklah amal yang kita bawa nantinya di akhirat kelak. Tabungan kebaikan kita dapat kita lakukan tanpa batas. Semampu kita, sekuat tenaga kita untuk mengisinya. Bukankah Allah sudah menjelaskannya dalam Qs:.99 ( Az-Zilzal) ayat 7 yang artinya:
” Barang siapa yang berbuat kebaikan sebesar zarrah, niscaya dia akan menerima balasannya”.
Zarrah adalah biji yang tidak kelihatan menjadi perumpamaan oleh Allah SWT merupakan bentuk penghargaan yang diberikan kepada manusia sekecil apapun amal perbuatannya. Semua mendapat balasan dari Allah SWT.
Lalu Allah memberikan teguran lagi untuk kita dalam suratnya QS: 101 (Al-Qori’ah), :ayat 6-7 yang artinya:
” Maka adapun orang yang berat timbangan kebaikannya,(6) Maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan (Senang) (7).
Dua surat yang tertera di atas merupakan janji Allah. Janji yang pasti bagi yang melakukan kebaikan-kebaikan. Sebesar apapun kita menabung kebaikan kita, maka Allah akan membalasnya kelak di akhirat nanti dengan kesenangan.
Allah pun menjelaskan dalam surat lainnya bahwa barangsiapa yang berbuat kebaikan, maka kebaikan itu adalah untuk dirinya sendiri dan begitu pula sebaliknya.
Jadi masihkah kita menghitung-hitung apa yang sudah kita keluarkan untuk kebaikan. Bukankah semakin banyak jumlah tabungan kebaikan kita, maka akan semakin banyak pula timbangan yang kita peroleh di akhirat kelak? Wallahuallam bissowab.
Oleh Elvira Suryani
Pernakah anda berfikir untuk menabung demi kebaikan?. Seperti layaknya kebanyakan kita berlomba-lomba untuk menabung mengumpulkan kekayaan dengan mengikuti berbagai macam jenis investasi mulai dari tabungan tahapan berencana, ikut deposito, reksadana, jamsostek dan lain sebagainya. Kita pasti akan mencari jenis investasi apa yang memberi keuntungan terbesar dalam rangka menambah kekayaaan kita. Bisa saja dengan membuka Deposito di bank-bank tertentu yang menjanjikan suku bunga lebih tinggi atau bisa juga dengan mengumpulkan coin emas untuk dijadikan simpanan, bilamana suatu saat nanti harga emas naik, bisa dijual kembali dengan harga yang lebih tinggi.
Dari segelintiran kegiatan yang kita lakukan tersebut di atas merupakan wujud usaha dalam menambah kekayaaan kita di dunia. Tapi apakah kita pernah berfikir memperlakukan akhirat kita dengan hal yang sama?. Kita mencari-cari investasi terbesar apa yang bisa kita lakukan agar investasi akhirat kita lebih banyak. Sudahkah kita memanfaatkan momen-momen tertentu untuk membuat tabungan kebaikan kita yang kelak akan di buka di akhirat nanti?.
Tabungan yang mampu menyelamat kan kita dari siksa api neraka.
Saya teringat pembicaraan seorang teman yang mengatakan ” Udah Ukhti, terima aja, itung-itung saya ingin menabung untuk kebaikan, lagian anti tidak perlu berterima kasih kok. Semua itu ana lakukan untuk ana pribadi, akan tetapi mungkin caranya lewat anti, ana memberikan tabungan kebaikan ini”. Katanya ketika memberikan bantuan kepada saya. Subhanallah, saya jadi berfikir masih ada orang seperti ini di dunia. Orang yang memberikan kebaikan tanpa memikirkan imbalan dari manusia, justru ia berharap cukup ridho Allah yang menjadi tujuan akhir hidupnya.
Setelah itu saya merenungi kata-katanya. Apa yang dia ucapkan tersebut memberi kesan yang menyentuh hati saya. Biasanya kita berbuat baik selalu dengan iming –iming balasan dari manusia. Contoh kecilnya saja, ketika kita memberikan makanan kepada orang yang membutuhkan sempat terbersit sifat ria dan ingin di sanjung oleh orang lain. Lalu suatu waktu kita pernah bersilaturahmi ke rumah teman, intensitasnya sering. Tiba-tiba ada rasa bosan dalam diri kita untuk tidak berkunjung lagi ke rumah sahabat atau kerabat kita karena sahabat atau kerabat kita tersebut tidak membalas kunjungan kita.
Menghitung – hitung amal kebaikan sebetulnya belumlah cukup untuk membalas apa yang sudah diberikan Allah SWT kepada kita. Terkadang kita suka pilih kasih dalam memberi sesuatu kepada orang lain, suka membeda-bedakan orang dalam bergaul, tidak mau berkumpul dengan fakir miskin yang mengundang kita dalam acara kecilnya karena merasa gengsi dan lebih baik dari mereka. Bicarapun kita pilih orang-orang yang fisiknya lebih sempurna atau lihat cantik atau gantengnya. Masya Allah, betapa naifnya kita yang masih kikir dalam menabung untuk amal kebaikan kita sendiri.
Bahkan hal terkecil sekalipun dalam memberikan salam kepada sesama saudara sesama muslimpun masih memilih-milih kerabat dekat atau tidak, kenal atau tidak, kaya atau miskin, cantik atau jelek, tampan atau tidak, pendek atau tinggi, hitam atau putih. Ukuran-ukuran dunia masih menjadi pertimbangan kita dalam berbuat kebaikan. Padahal Allah, Zat yang Maha Sempurna saja tidak pernah membedakan makhluk yang Dia ciptakan kecuali hanya orang-orang yang bertaqwa saja. Jadi buat apa kita membatasi tabungan kebaikan kita dengan hal-hal dunia yang menghambat jumlah tabungan kebaikan kita tersebut.
Semakin banyak investasi kebaikan kita, maka semakin banyaklah amal yang kita bawa nantinya di akhirat kelak. Tabungan kebaikan kita dapat kita lakukan tanpa batas. Semampu kita, sekuat tenaga kita untuk mengisinya. Bukankah Allah sudah menjelaskannya dalam Qs:.99 ( Az-Zilzal) ayat 7 yang artinya:
” Barang siapa yang berbuat kebaikan sebesar zarrah, niscaya dia akan menerima balasannya”.
Zarrah adalah biji yang tidak kelihatan menjadi perumpamaan oleh Allah SWT merupakan bentuk penghargaan yang diberikan kepada manusia sekecil apapun amal perbuatannya. Semua mendapat balasan dari Allah SWT.
Lalu Allah memberikan teguran lagi untuk kita dalam suratnya QS: 101 (Al-Qori’ah), :ayat 6-7 yang artinya:
” Maka adapun orang yang berat timbangan kebaikannya,(6) Maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan (Senang) (7).
Dua surat yang tertera di atas merupakan janji Allah. Janji yang pasti bagi yang melakukan kebaikan-kebaikan. Sebesar apapun kita menabung kebaikan kita, maka Allah akan membalasnya kelak di akhirat nanti dengan kesenangan.
Allah pun menjelaskan dalam surat lainnya bahwa barangsiapa yang berbuat kebaikan, maka kebaikan itu adalah untuk dirinya sendiri dan begitu pula sebaliknya.
Jadi masihkah kita menghitung-hitung apa yang sudah kita keluarkan untuk kebaikan. Bukankah semakin banyak jumlah tabungan kebaikan kita, maka akan semakin banyak pula timbangan yang kita peroleh di akhirat kelak? Wallahuallam bissowab.
Komentar
Posting Komentar