Tanggung Jawab
Pagi ini saya datang ke salah satu lembaga pendidikan di Kabupaten Subang lebih pagi. Sekitar pukul 05.45 WIB. Saya melihat sesuatu yang menambah pelajaran dalam hidup saya yang harus direnungi lebih dalam lagi. Ketika itu, saya melihat tiga orang lelaki yang sedang membersihkan lingkungan lembaga pendidikan tersebut. Di situ saya melihat ketiga lelaki itu begitu kompaknya dan saling bertanggung jawab atas apa yang dikerjakannya.
Public Service, suatu tulisan yang tertera dibagian belakang baju seragam mereka. Timbul beberapa pertanyaan ketika itu yang langsung dapat saya jawab setelah merenung beberapa saat.
Apakah public service itu sama dengan office boy? Saya rasa tidak, karena seorang public service memiliki pekerjaan yang melebihi kapasitas dari seorang office boy.
Apakah orang-orang melihat bahwa seorang public service itu sama dengan office boy? Kebanyakan orang yang saya tanya menjawab, Ya! Hanya tiga dari sepuluh orang yang menjawab Tidak!
Apakah public service mendapatkan fasilitas yang sama dengan office boy?
Tergantung dari lembaga yang memperkerjakan mereka. Tapi kebanyakan fasilitas yang mereka terima sama.
Apakah public service mendapatkan bayaran yang lebih tinggi dari office boy?
Tidak berbeda lah.
Tidak banyak perbedaan dari apa yang didapatkan oleh seorang public service dengan seorang office boy. Namun, begitu banyak perbedaan yang harus dilakukan kedua jenis pekerjaan itu. Namun, terlepas dari perbandingan public service dengan office boy, saya berani mengatakan bahwa seorang public service di suatu lembaga pendidikan (ataupun bukan lembaga pendidikan) adalah yang paling (terpaksa) rajin daripada elemen pekerja yang lainnya yang berada dalam satu lembaga pendidikan itu. Saya berani mengatakan hal ini karena public service datang ke tempat kerjanya pukul lima pagi (mungkin ada yang lebih pagi dari itu). Mereka yang memadamkan lampu-lampu yang mereka sendiri nyalakan sore hari pada hari sebelumnya. Setelah semua lampu padam, public service mengambil sapu, lalu membersihkan halaman tempat calon-calon penerus bangsa ini mengenyam pendidikan dari sampah-sampah yang dihasilkan oleh lebih dari lima pohon besar. Setelah itu, mereka masuk ke ruang kerja para PNS yang akan memberikan pelajaran kepada anak didiknya untuk membersihkan ruangan tersebut. Ketika pekerja yang lainnya (guru. red) datang, mereka belum berhenti bekerja. Sampai semua warga lembaga tersebut selesai kegiatannya, mereka terus bekerja. Hingga lampu menggantikan cahaya matahari yang berada di belahan bumi lainnya.
Namun, apakah pendapatan mereka sesuai dengan pekerjaan beratnya itu? Saya mengambil jawaban dari dua sisi yang berbeda. Pertama, jawaban dari seorang public service adalah tentu tidak sesuai. Pekerjaannya terlalu berat. Kedua, jawaban dari saya adalah tentu sebanding, karena pendapatan yang mereka dapatkan sekarang adalah buah dari sesuatu yang mereka tanam dan rawat ketika masih menjadi pelajar. Mereka pasti tidak akan menjadi public service apabila ketika mereka masih menjadi tanggungan kedua orang tua mereka bersungguh-sungguh untuk berhasil dikemudian hari. Karena usaha itu berbandingan lurus dengan hasil. Itu semua sudah menjadi tanggung jawab, hak dan kewajiban seseorang.
Teringat dari ucapan salah seorang guru yang begitu optimis dengan hidupnya, "Saya tidak peduli dengan hasil kalian seperti apa. Saya lebih peduli dengan bagaimana cara kalian memperoleh hasil kalian itu." Saya dapat mengatakan, semua yang berasal dari hak dan kewajiban akan menjadi tanggung jawab. Setelah tanggung jawab muncul, maka hak dan kewajiban pun pasti menyertainya selalu. (ups)
Komentar
Posting Komentar