Jujur dan Amanah dalam Berniaga
Jujur dan Amanah Dalam Berniaga, Sumber Keberkahan Harta
بسم الله الرحمن الرحيم
Keberkahan dan kebaikan harta merupakan
dambaan setiap insan yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, inilah
harta yang akan menolong seorang hamba, dengan taufik dari Allah ,
untuk meraih kedudukan yang mulia di sisi-Nya.
Inilah harta yang dipuji oleh Rasulullah
dalam sabda beliau: “Sebaik-baik harta yang shaleh (penuh berkah)
adalah untuk seorang (hamba) yang shaleh”[1].
Di antara sebab besar yang menjadikan
harta diberkahi Allah dan menjadi penolong manusia dalam ketaatan,
adalah bersikap jujur dan amanah dalam usaha mencari rezki dari Allah ,
terutama dalam berjual beli dan berniaga.
Kisah berikut ini semoga dapat menjadi
teladan bagi kita dalam upaya menjadikan harta yang kita peroleh dari
usaha perniagaan diberkahi oleh Allah .
Yunus bin ‘Ubaid bin Dinar al-Bashri
(wafat tahun 139 H)[2], Imam panutan dari generasi Tabi’in yang sangat
terpercaya dan teliti dalam meriwayatkan hadits Rasulullah , serta
sangat wara’ (hati-hati dalam masalah halal dan haram)[3].
Beliau adalah seorang pedagang kain yang
sangat jujur dan selalu menjelaskan cacat barang dagangan beliau
sebelum terjadi jual beli[4]. Bahkan karena kejujuran beliau pernah
mengembalikan uang seorang pembeli yang membeli kain beliau dengan harga
yang lebih tinggi, karena waktu itu yang menjualnya adalah keponakan
beliau[5]. Bagitu pula sebaliknya, jika beliau membeli barang dari
seseorang, maka beliau akan membayarnya dengan harga yang sesuai
meskipun orang tersebut pada awalnya menawarkannya dengan harga yang
lebih murah[6].
Diriwayatkan dalam biografi beliau,
bahwa suatu saat harga kain di suatu daerah dekat Bashrah naik menjadi
lebih mahal, yang mana sesuai kebiasaan, jika daerah tersebut harga
kainnya naik, maka harga kain di Bashrah pun nantinya ikut naik.
Mengetahui hal itu, Yunus bin ‘Ubaid segera membeli sejumlah besar kain
kepada pedagang kain lainnya dengan harga pasaran biasa. Setelah selesai
membeli barang tersebut, beliau bertanya kepada penjual tersebut:
Apakah engkau mengetahui bahwa harga kain naik di daerah anu? Penjual
tersebut menjawab: Tidak, kalau saja aku tau tentu aku tidak akan
menjualnya kepadamu. Maka Yunus bin ‘Ubaid berkata: (Kalau begitu)
kembalikan uangku padamu dan aku akan kembalikan barangmu[7].
Masya Allah ! Betapa mulia dan agungnya
sifat beliau ini dan betapa tingginya sifat jujur dan amanah dalam diri
beliau sehingga dengan sebab inilah Allah memberkahi harta beliau dan
memudahkan beliau meraih kedudukan yang mulia dalam agama-Nya, sehingga
imam adz-Dzahabi menyifati beliau sebagai “seorang imam dan panutan
(dalam kebaikan)”[8].
Oleh karena besarnya keutamaan dua sifat
ini dalam berjual-beli, Rasulullah : “Seorang pedagang muslim yang
jujur dan amanah (terpercaya) akan (dikumpulkan) bersama para Nabi ,
orang-orang shiddiq dan orang-orang yang mati syahid pada hari kiamat
(nanti)”[9].
Imam ath-Thiibi mengomentari hadits ini
dengan mengatakan: “Barangsiapa yang selalu mengutamakan sifat jujur dan
amanah maka dia termasuk golongan orang-orang yang taat (kepada Allah )
dari kalangan orang-orang shiddiq dan orang-orang yang mati syahid,
tapi barangsiapa yang selalu memilih sifat dusta dan khianat maka dia
termasuk golongan orang-orang yang durhaka (kepada Allah ) dari kalangan
orang-orang yang fasik (buruk/rusak agamanya) atau pelaku maksiat”[10].
Beberapa pelajaran penting yang dapat kita petik dari kisah di atas:
- Maksud sifat jujur dan amanah dalam
berjual-beli adalah dalam keterangan yang disampaikan sehubungan dengan
jual beli tersebut dan penjelasan tentang cacat atau kekurangan pada
barang dagangan yang dijual jika memang ada cacat padanya[11].
- Inilah sebab yang menjadikan
keberkahan dan kebaikan dalam perdagangan dan jual beli, sebagaimana
sabda Rasulullah : “Kalau keduanya (pedagang dan pembeli) bersifat jujur
dan menjelaskan (keadaan barang dagangan atau uang pembayaran) maka
Allah akan memberkahi keduanya dalam jual beli tersebut, tapi kalau
kaduanya berdusta dan menyembunyikan (hal tersebut) maka akan hilang
keberkahan jual beli tersebut”[12].
- Berdagang yang halal dengan
sifat-sifat terpuji yang tersebut di atas adalah pekerjaan yang disukai
dan dianjurkan oleh Rasulullah dan para shahabat y, sebagaimana yang
disebutkan dalam hadits yang shahih[13]. Adapun hadits “Sembilan
persepuluh (90 %) rezki adalah dari perniagaan”, maka ini adalah hadits
yang lemah, sebagaimana yang dijelaskan oleh syaikh al-Albani[14].
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
KotaKendari, 12 Dzulqa’dah 1433 H
Abdullah bin Taslim al-Buthoni
[1] HR Ahmad (4/197), Ibnu Hibban
(no. 3210) dan al-Hakim (2/3), dinyatakan shahih oleh imam Ibnu Hibban,
al-Hakim, adz-Dzahabi dan syaikh al-Albani dalam takhrij kitab
“al-Adabul mufrad” (no. 299).
[2] Biografi beliau dalam kitab “Siyaru a’laamin nubala’” (6/288) dan “Shifatush shafwah” (32/517).
[3] Kitab “Taqriibut tahdziib” (hal. 613).
[4] Lihat kitab “Siyaru a’laamin nubala’” (6/290).
[5] Ibid (6/289).
[6] Ibid.
[7] Ibid (6/293).
[8] Kitab “Tadzkiratul huffaazh” (1/145).
[9] HR Ibnu Majah (no. 2139), al-Hakim
(no. 2142) dan ad-Daraquthni (no. 17), dalam sanadnya ada kelemahan,
akan tetapi ada hadits lain yang menguatkannya, dari Abu Sa’id al-Khudri
t, HR at-Tirmidzi (no. 1209) dan lain-lain. Oleh karena itu, hadits
dinyatakan baik sanadnya oleh imam adz-Dzahabi dan syaikh al-Albani
(lihat “ash-Shahiihah” no. 3453).
[10] Lihat kitab “Syarhu sunani Ibni Majah” (hal. 155).
[11] Lihat kitab “Faidhul Qadiir” (3/278).
[12] HSR al-Bukhari (no. 1973) dan Muslim (no. 1532).
[13] HR ath-Thabrani dalam “al-Mu’jamul
kabiir” (23/300, no. 674) dan dinyatakan jayyid (baik/shahih) oleh
syaikh al-Albani dalam “Silsilatul ahaa-ditsish shahiihah” (no. 2929).
[14] Dalam “Silsilatul ahaa-ditsidh dha’iifah” (no. 3402).
Komentar
Posting Komentar